Kamis, 23 April 2015

SEKILAS TENTANG PANDANGAN POLITIK JOKOWI DALAM KONFERENSI ASIA AFRIKA

Ada dua hal menarik yang layak untuk dicermati dari pidato Jokowi dalam sambutannya di Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 2015.

Pertama, pandangannya yang berani terus terang mengkritik peran lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, IMF dan Bank Dunia dalam menciptakan peradaban modern. Jokowi menganggap bahwa peradaban dunia tidak bisa hanya bertumpu pada lembaga-lembaga tersebut. Dia lalu menawarkan harus ada solusi alternatif dari lembaga-lembaga lain seperti Asia-Afrika untuk menciptakan peradaban baru yang lebih bermartabat dan berkeadilan.

Pendapat diatas berdimensi internal dan eksternal. Dimensi internal nya bisa diasumsikan bahwa Jokowi ingin memberikan pesan kepada lawan politiknya di dalam negeri bahwa dia bukanlah pendukung ekonomi neo-lib. Tuduhan seperti ini memang semakin bertambah nyaring dialamatkan ke Jokowi oleh lawan politiknya pasca implementasi kebijakan tim ekonomi Jokowi yang menaik-turunkan harga BBM berdasarkan harga pasar. Meskipun hasil dari pengurangan subsidi BBM sudah diterangkan oleh Jokowi akan digunakan untuk memberikan subsidi yang lebih tepat sasaran, namun toh tuduhan itu tidak pernah berhenti. Oleh karena itu Jokowi merasa perlu menjelaskan posisinya di sebuah forum yang lebih formal dan saat yang paling tepat adalah Konferensi Asia-Afrika.

Selain itu, Jokowi juga sangat pintar memainkan isu Palestina dimana dia dengan sangat jelas mendukung kemerdekaan Palestina dan secara implisit menyebut Israel sebagai penjajah di era modern. Isu Palestina ini menurut saya akan memantik dukungan yang sangat luas dari para pendukung PKS yang selama ini masih sering mengkritik Jokowi sebagai antek asing. Jokowi tahu betul bahwa tidak mudah meredam kritik terhadap dirinya dan oleh karena itu dia harus menyuarakan pandangan politik dan dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina.

Dimensi Eksternalnya bisa diasumsikan bahwa program swasembada pangan dan konsep berdikari (berdiri di kaki sendiri)nya Jokowi bukan hanya slogan semata melainkan manifesto politik yang harus diperjuangkan oleh segenap bangsa Indonesia. Selama ini beberapa negara telah mengkritik Jokowi karena konsep swasembada pangannya dianggap bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas yang berlangsung diberbagai negara. Jika Jokowi berhasil menerapkan konsep berdikarinya, bukan mustahil itu akan berpengaruh terhadap perdagangan negara lain terhadap Indonesia karena impor Indonesia tentu akan berkurang.

Jokowi ingin memberikan pesan kepada dunia bahwa pandangan politik dan ekonominya bertolak belakang dengan para pendahulunya seperti SBY dan Megawati tentunya. Jokowi adalah Jokowi dengan ide orisinilnya, dia bukan SBY yang lebih nyaman dengan slogan sejuta teman tanpa musuh. Namun Jokowi juga bukan Sukarno karena dia adalah petugas rakyat, bukan penyambung lidah rakyat seperti Sukarno.

Selain dari dua dimensi diatas, ada hal lain yang sangat menarik untuk dikaji. Jika SBY ketika berpidato terkesan begitu rapi dalam hal perkataan dan penyampaian, Jokowi tentu sebaliknya. Kelihatan tidak nyaman ketika membaca teks pidatonya. Hal ini bisa dilihat dari intonasi kata dan kalimat yang terucap. Setiap orang di Indonesia maupun delegasi Konferensi pasti lebih suka mendengarkan intonasi kalimat-kalimat yang diucapkan oleh SBY. Bahkan mungkin SBY adalah presiden kedua di Indonesia yang layak untuk diberi gelar orator ulung setelah Sukarno. Namun sekali lagi, SBY memang pandai beretorika dan berpidato namun implementasi kebijakannya tidak secepat Jokowi.

Keduanya tentu tidak bisa disamakan karena mereka seperti Jeruk dan Apel. Hanya selera yang memakannya yang bisa menentukan kualitas keduanya. Keduanya juga tentu punya prioritas. Jokowi tergolong presiden yang sangat cepat mengambil keputusan-keputusan yang dianggapnya penting terutama masalah ekonomi dan infrastruktur. Namun dia terkesan lambat dalam hal-hal lainnya seperti isu KPK dan Kapolri.

Sebaliknya, SBY menaruh perhatian lebih dalam isu ketahanan dan keamanan nasional namun dinilai lambat dalam hal ekonomi. Sekali lagi harus saya tegaskan bahwa keduanya seperti Apel dan Jeruk.......So, anda lebih suka Apel atau Jeruk??

London, 23 April 2015





Selasa, 14 April 2015

Suara Emas Mel Shandy

Jika anda yang lahir sebelum tahun 1980an dan termasuk penggila musik...saya yakin pasti tidak akan jauh-jauh dengan lagu pop dan rock. Di dua dekade lalu rock dan pop masih menjadi ciri khas lagu Indonesia. Saya termasuk salah satu penggemar lagu rock dan salah satu idola saya adalah Nicky Astria dan Mel Shandy.

Nicky Astria masih konsisten dengan lagu-lagu rock nya di awal tahun 2000an sedangkan Mel Shandy seperti tertelan bumi. Nyaris tidak pernah terdengar lagi suara-suara khas serak rocknya di belantara musik nusantara. Tiba-tiba dia menghilang begitu saja dan tidak kembali dalam waktu yang lama. Padahal Mel Shandy pada waktu layak disejajarkan dengan Nicky Astria dan Anggun C. Sasmi.

Setelah lebih dari sepuluh tahun menghilang dari belantara permusikan Indonesia, lalu Mel Shandy kembali lagi ke permukaan namun tidak menyanyikan lagu-lagu baru melainkan lagu daur ulang. Dia tampil di publik kalau diundang oleh band-band rock yang senafas dengannya. Salah satunya Power Metal.

Dan ada yang berbeda dengan tampilan Mel Shandy kali ini. Ya, dia tampil dengan jilbab atau kalau tidak begitu ada penutup rambut di kepalanya. Semua bertanya-tanya ada apa dengan Mel Shandy? Ketika di suatu acara di TV dia ditanya oleh pembawa acara kenapa dia tampil dengan busana seperti itu, lalu Mel Shandy menjawab dengan diplomatis --- karena itu adalah pilihannya.

Sampai akhir tahun 2013, saya masih bisa menonton Mel Shandy di youtube. Dia membawakan beberapa lagu rock dan juga lagu Islami dan shalawat.
Salah satu link biography Mel Shandy bisa dilihat di tautan dibawah ini:
https://www.youtube.com/watch?v=tyqmbLg635k

Apapun yang terjadi saya tetap mengidolakan Mel Shandy, seorang gadis rock yang tidak saja punya olah  fokal yang luar biasa melainkan juga pandai melafalkan Al Quran dengan sangat fasih karena dia pernah juga juara membaca Al Quran di desanya di Cikapundung Bandung.


I Love You Mel Shandy....

London

Jumat, 10 April 2015

Sekilas Ulasan All England 2015

Sudah hampir empat tahun saya tinggal di Inggris untuk kuliah dan sudah dua kali saya menonton All England edisi tahun 2014 dan tahun 2015. Ada perbedaan diantara kedua edisi tersebut khususnya bagi kontingen Indonesia. Jika di edisi 2014 Indonesia berhasil memborong dua gelar ganda putra dan ganda campuran, kali ini Indonesia hanya kebagian satu runner up ganda campuran karena Tantowi Ahmad Liliana Natsir kalah telak dari Ganda Tiongkok, Zhang Nan/Zao Yunlei. Gambar dibawah saya ambil ketika Tantowi melakukan smash kearah ganda Dernmak, Christina Pedersen/Joachim Neilsen di perempat final dimana duo Indonesia berhasil mengalahkan duo Dernmark straigt set.


Namun sebenarnya kekalahan di final tersebut tidaklah terlalu mengecewakan karena di dua edisi sebelumnya Tantowi/Liliana berhasil menekuk duo ZZ di final. Jadi jika dihitung heat to head di All England, pasangan Indonesia masih lebih bagus dari pasangan Tiongkok.

Yang agak mengecewakan tentunya ganda putra Hendra/Ahsan karena kalah dibabak kedua oleh pasangan Tiongkok Fu Haifeng/Zhang Nan sehingga mereka berdua tidak bisa mempertahankan gelar All England yang mereka raih tahun 2014.

Dibalik ketidaksuksesan tim Indonesia, ada dua atau tiga pasangan pemain Indonesia yang punya prospek menjanjikan. Yang pertama adalah Praveen Jordan/Debby Susanto yang berhasil menekuk unggulan kedua Xu Chen/Ma Jin di babak awal. Pasangan pelapis Tantowi/Liliana ini sebelumnya juga meraih perunggu Asian Games di Busan Korea. Namun sayangnya langkah pasangan muda Indonesia ini terhenti di semifinal oleh duo ZZ. Dibawah ini adalah gambar yang saya ambil ketika Praveen melakukan smash kearah pasangan Tiongkok.

Pasangan muda lainnya yang juga layak untuk diacungi jempol adalah ganda putra Kevin Sanjaya/Marcus Fenaldi yang bisa melangkah sampai perempat final sebelum mereka kalah dari ganda Dernmark. Selain itu juga ada Ricky Karanda/Angga Pratama yang juga menunjukan permainan menawan meskipun harus kalah dari pasangan unggulan kedua dari Dernmark Mathias Boe/Carsten Mogensen.

Semoga badminton Indonesia bisa terus mengimbangi kekuatan Tiongkok sebagai barometer badminton dunia. 

London