Minggu, 19 September 2010

RELATIVISME DAN UNIVERSALISME HAM

Dari sekian banyak permasalahan tentang instrumen hak asasi manusia internasional, wacana universalisme vs. relativisme HAM merupakan permasalahan yang paling utama. Perdebatan tentang dua perspektif diatas sudah berlangsung sejak ditandatanginya Deklarasi Universal HAM pada tahun 1948 atau sekitar 60 tahun yang lalu. Perdebatan tidak saja menyangkut tentang perlindungan terhadap hak-hak fundamental seperti hak untuk hidup, untuk beragama, persamaan hak melainkan juga menyangkut ruang lingkup hak asasi manusia secara keseluruhan. Salah satu penyebab utama terjadinya permasalahan tersebut adalah karena adanya perbedaan budaya, moralitas dan sistem hukum di berbagai negara.

Perbedaan tersebut sangat berasalan karena pelaksanaan dari hak asasi manusia di seluruh dunia selalu bersinggungan dengan budaya, tradisi, agama, hukum nasional dan praktik-praktik lokal lainnya sebagai sumber hukum di negara-negara. Yang menjadi pertanyaannya kemudian adalah, mungkinkah hak asasi manusia secara universal dilaksanakan dibawah bayang-bayang relativisme di berbagai negara. Atau justru sebaliknya relativisme hak asasi manusia merupakan cara yang tepat untuk melaksakan hak asasi manusia di berbagai negara dengan satu syarat tidak bertentangan dengan prinsip dasar HAM?

Perdebatan panjang tentang universalisme dan relativisme didalam hak asasi manusia telah membelah negara-negara Barat yang mendukung universalisme hak asasi manusia dengan negara-negara Timur yang mengedepankan relativisme budaya. Selain itu, perdebatan juga melibatkan para pakar hukum, politik, filsafat dan pendukung hak asasi manusia internasional. Salah satu perbedaan mendasar dari kedua pendukung ini adalah terletak pada apakah implementasi hak asasi manusia harus mengadopsi sumber-sumber hukum lokal atau tetap bersikeras menegakan universalisme hak asasi manusia.
Disini terlihat bahwa ada perbedaan yang mencolok tentang konsep dasar ditetapkannya hak asasi manusia internasional. Pertama, kelompok relativisme hak asasi manusia cenderung menerima dan bahkan menganjurkan realitas sosial di suatu masyarakat untuk menerapkan hak asasi manusia. Selain itu, perspektif ini juga menerima produk perundang-undangan di suatu negara untuk menerapkan hak asasi manusia karena hukum nasional selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakatnya.

Menurut penganut relativisme, sebuah hukum tidak akan berlaku efektif ketika masyarakat menentangnya karena tidak sesuai dengan norma-norma dan tradisi yang ada. Begitu juga yang terjadi dengan hak asasi manusia internasional yang ditetapkan berdasarkan konsensus internasional negara-negara. Jika tidak mengakui relativisme budaya dan nilai-nilai yang berkembang di negara-negara, instrumen internasional justru bisa menjadi ‘impotent.’ Salah satu sebabnya adalah karena instrumen internasional tidak mampu mengintervensi sebuah pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh sebuah negara karena adanya aturan hukum Piagam PBB yang melarang intervensi asing terhadap kedaulatan sebuah negara.

Sedangkan penganut universalisme cenderung menerapkan teori positivisme dimana sebuah hukum diperlukan untuk mengatur kehidupan sosial masyarakat. Paham ini berusaha menihilkan realitas sosial didalam masyarakat karena tujuan hukum memang diperlukan untuk memperbaiki kondisi sosial masyarakat tersebut. Perspektif ini tentu memerlukan sebuah infrastruktur hukum yang sangat kuat dan saling terkait. Misalnya, petugas hukum dan produk perundang-undanganya harus benar-benar netral dari conflict of interest dan conflict of norms agar tidak ada pihak yang dirugikan. Lalu, apa benar hak asasi manusia internasional benar-benar telah memenuhi asas keadilan universal dan layak untuk diberlakukan di semua negara? Untuk menjawabnya, kita harus menganalisis berbagai perbedaan pendapat yang telah ada.

Dalam skala negara misalnya, Indonesia dan Malaysia dimasukan kedalam kelompok yang mendukung relativisme budaya bersama dengan Kuba dan negara-negara Arab seperti Iran dan Saudi Arabia. Akan tetapi mungkin sekarang posisi Indonesia telah sedikit bergeser seiring dengan adanya perkembangan perlindungan hak asasi manusia yang cukup signifikan khususnya setelah era reformasi. Meskipun tentunya ada beberapa hak asasi manusia yang belum sepenuhnya dilindungi dan dijamin di Indonesia.
Sedangkan negara-negara yang mendukung universalisme hak asasi manusia adalah negara-negara di Amerika Utara dan negara-negara di Eropa Barat sebagai penggagas konsep hak asasi manusia internasional. Di negara-negara tersebut, hak asasi manusia sudah sangat maju meskipun ada beberapa persoalan hak asasi manusia yang masih harus diperbaiki. Misalnya, kata-kata rasisme di Eropa Barat dilihat sebagai sebuah tindakan kriminal dengan ancaman hukuman penjara. Sedangkan di beberapa negara berkembang seperti Indonesia, rasisme masih sering terjadi dan bahkan beberapa kali dijadikan lelucon di tempat umum dan di media massa.

Didalam konteks perdebatan individu, perbedaan pendapat juga terjadi antara Amartya Sen dan Martha Nussbaum. Menurut Sen, hak asasi manusia adalah ‘seperangkat tujuan’ yang mana masing-masing masyarakat bisa mengembangkan tujuan tersebut. Menurutnya, hak asasi manusia adalah artikulasi dari tuntutan-tuntutan etika yang bersifat terbuka. Pendapat Sen tersebut mendukung relativisme budaya karena tujuan yang ingin dicapai didalam hak asasi manusia harus memperhatikan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Sebab-sebab yang mendasari pendapat Sen adalah bahwa masing-masing budaya, tradisi atau agama mempunyai ciri khas tentang etika dan moralitas yang berbeda-beda. Itulah yang kemudian melahirkan nilai yang pluralis tentang hak asasi manusia. Masing-masing individu yang mempraktikan pluralisme nilai tersebut juga berbeda secara fisik, psikologis, atau mempunyai latar belakang ekonomi dan lingkungan yang berbeda.

Dilain pihak, Nussbaum berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah pencapaian-pencapaian fundamental yang tidak dapat dinegosiasikan dengan alasan apapun. Nussbaum menihilkan masyarakat dengan maksud agar ada standar internasional tentang pencapaian hak asasi manusia. Hal ini dikarenakan hak asasi manusia didalam instrumen internasional mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Ketika ada pengaruh dari lokalitas nilai di suatu masyarakat tertentu, maka ruang lingkup dari hak tersebut bisa dibatasi oleh pemahaman-pemahaman yang diskriminatif. Ini dikarenakan banyak nilai lokal di negara-negara yang masih bersifat primordial dan sektarian berdasarkan nilai yang berkembang didalam masyarakat terentu.
Beberapa poin yang bisa diambil dari dua perbedaan pendapat diatas adalah bahwa ada beberapa ketidaksesuaian antara hak asasi manusia internasional yang lebih cenderung menerapkan perspektifnya Nussbaum sedangkan ada banyak negara yang mempraktikan pendapatnya Sen. Padahal didalam praktiknya, implementasi dari hak asasi manusia bukanlah berdimensi internasional melainkan menjadi persoalan nasional negara-negara. Artinya, meskipun komunitas internasional ada karena adanya negara-negara yang diatur oleh sistem internasional yakni hukum internasional, namun implementasi hak asasi manusia dan semua jenis persoalannya tetap berdimensi nasional selama pelanggaran tersebut tidak dikategorikan sebagai gross violation. Lokalitas HAM inilah yang menyebabkan implementasinya menghadapi persoalan yang beragam karena banyak negara masih mendefinisikan, memahami dan melaksanakan hak asasi manusia secara parsial karena adanya benturan nilai antara konsep HAM dengan moralitas dan etika di negara-negara.

Senada dengan hal tersebut, Abdullahi Ahmed An Na’im juga mengatakan bahwa kesulitan utama untuk mengembangkan standar universal lintas budaya, dan khususnya agama adalah karena masing-masing tradisi tersebut berasal dari aturan dan norma-norma dari sumber mereka sendiri. Ketika ada pertentangan antara doktrin budaya dengan prinsip universalisme hak asasi manusia sebagai akibat dari persinggungan dua tradisi yang berbeda tersebut, maka bisa terjadi ‘konflik hukum’ yang bisa mengakibatkan penolakan dari salah satu tradisi tersebut. Ketika suatu negara berpegang teguh pada konsep relativisme budaya yang ada didalam masyarakatnya, maka praktik-praktik negara tersebut bisa sangat mudah melanggar hak kebebasan beragama yang bersifat universal.

Malcolm Shaw berpendapat bahwa hak-hak yang ada didalam instrumen-instrumen internasional bisa dengan mudah diimplementasikan ketika aturan hukum yang diatur didalamnya sangat berkaitan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Sehingga hak asasi manusia yang diatur didalamnya tidak lagi harus memaksakan ‘kewajiban hukum’ bagi setiap manusia untuk menghormatinya melainkan berisi tindakan kolektif dari masyarakat berdasarkan moralitas setempat. Ketika ini terjadi, maka implementasi hak asasi manusia bisa sangat mudah karena adanya penerimaan dari nilai-nilai lokal di masyarakat.
Didalam praktiknya, banyak sekali penolakan dari budaya dan tradisi yang dijadikan sumber hukum nasional suatu negara. Meskipun demikian, sudah sangat jelas bahwa prinsip-prinsip hak asasi manusia harus dipahami sebagai aturan hukum yang tidak bisa ditawar lagi oleh semua negara karena isu-isu tentang hak asasi manusia sudah menjadi perhatian dunia internasional.

Majelis Umum PBB juga mengingatkan negara anggota dengan menggunakan frase ‘bahwa negara-negara anggota mempunyai kewajiban untuk melindungi, mempromosikan, dan menjamin hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.’ Anjuran dari Majelis Umum ini bisa diartikan bahwa instrumen dan lembaga internasional tentang hak asasi manusia tidak mengenal relativisme budaya didalam hak asasi manusia.
Jika melihat dari deskripsi diatas, bisa disimpulkan ada konflik yang signifikan antara praktik-praktik negara yang masih dipengaruhi oleh unsur budaya dan tradisi lokal dengan prinsip universalisme hak asasi manusia. Konflik hukum antara keduanya semakin terlihat ketika nilai dari budaya atau tradisi tersebut bertentangan dengan konsep hak asasi manusia. Sebagai akibatnya, aturan didalam hak asasi manusia dipahami secara berbeda-beda tergantung dari konteks sosial budaya setempat suatu negara. Disinilah peran negara menjadi sangat penting karena implementasi hak asasi manusia sangat bergantung pada kepatuhan hukum suatu negara terhadap instrumen-instrumen internasional tentang hak asasi manusia.

Praktik-praktik yang berasal dari lokalitas budaya, tradisi atau agama bisa diterapkan didalam implementasi hak asasi manusia selama praktik tersebut tidak ‘menyerang budaya inti’ HAM seperti asas non diskriminasi dan persamaan hak bagi semua manusia.

1 komentar:

  1. Assalamu alaikum Wr Wb Saya hanya sekedar berbagi dengan sobatku yang ada di perantauan karena saya bisa merasakan seperti apa jadi TKI. dan apa yang saya sampaikan disini tidak ada unsur rekayasa bahkn saya berani sumpah saya tidak selamat tuju turunan dunia akhirat kalau saya tidak menikmati hasil dari ki Ageng. Jadi apa yang saya sampaikan disini tidak lebih dari rasa solidaritas sesama TKI. Awalnya sih saya juga tidak yakin tapi karena terdesak soal keuangan (ekonomi) akhirnya saya coba konsultasi di No beliau +62812-4576-7849 dan syukur Alhamdulillah dalam waktu singkat (3 hari) saya bisa mendapatkan uang senilai 300 juta. Untuk anda yang dalam masalah ekonomi tidak ada salahnya sekedar konsultasi dengan Ki.AGENG siapa tau bernasib mujur. Beliau bisa membantu melalui Angka Togel dan penarikan Dana Gaib

    Assalamu alaikum Wr Wb Saya hanya sekedar berbagi dengan sobatku yang ada di perantauan karena saya bisa merasakan seperti apa jadi TKI. dan apa yang saya sampaikan disini tidak ada unsur rekayasa bahkn saya berani sumpah saya tidak selamat tuju turunan dunia akhirat kalau saya tidak menikmati hasil dari ki Ageng. Jadi apa yang saya sampaikan disini tidak lebih dari rasa solidaritas sesama TKI. Awalnya sih saya juga tidak yakin tapi karena terdesak soal keuangan (ekonomi) akhirnya saya coba konsultasi di No beliau +62812-4576-7849 dan syukur Alhamdulillah dalam waktu singkat (3 hari) saya bisa mendapatkan uang senilai 300 juta. Untuk anda yang dalam masalah ekonomi tidak ada salahnya sekedar konsultasi dengan Ki.AGENG siapa tau bernasib mujur. Beliau bisa membantu melalui Angka Togel dan penarikan Dana Gaib

    BalasHapus